Kraton memiliki sepuluh kelompok pasukan yang disebut sebagai bregada. Jumlah seluruh prajurit cukup kecil, sekitar 600 orang. Jumlah anggota tiap pasukan berbeda-beda. Bregada Nyutra misalnya, hanya terdiri dari 64 orang saja.
10 nama-nama prajurit Keraton Yogyakarta beserta alat musik yang dimainkan pada setiap bregodo.
foto from kotajogja.com
1. Prajurit Wirobrojo | musik pengiring 2 tambur dan 2 suling.
2. Prajurit Ndaeng | musik pengiring 1 tambur, 1 suling, 2 bende, dodog, ketipung, dan puipui(alat tradisional Makasar).
3. Prajurit Patang puluh | musik pengiring 2 tambur, 2 suling, dan 1 terompet.
4. Prajurit Jogokaryo | musik pengiring 2 tambur, 2 suling, dan 1 terompet.
5. Prajurit Prawirotomo | musik pengiring 2 tambur, 2 suling, dan 1 terompet.
6. Prajurit Nyutro | musik pengiring 2 tambur, 2 suling, dan 2 trompet. Prajurit ini merupakan prajurit khusus pendamping raja.
7. Prajurit Ketanggung | musik pengiring 2 tambur, 2 suling, 2 bende, dan 2 trompet.
Prajurit ini merupakan prajurit khusus pengawal raja.
8. Prajurit Mantri Jero | musik pengiring 2 tambur, 2 suling, dan 1 terompet. Prajurit ini merupakan prajurit khusus pengawal raja, istilahnya kopasus, dan tidak sembarang orang masuk dalam prajurit ini, hanya ‘sentono’ (keluarga atau darah ningrat) yang menjadi prajurit ini.
9. Prajurit Surokarso (Kepatihan) | musik pengiring 2 tambur dan 2 suling.
Prajurit Bugis, musik pengiring 1 tambur, puipui, 2 bende, dodog, dan ketipung.
10. Pimpinan tertinggi dari keseluruhan bregada prajurit keraton adalah seorang Manggalayudha atau Komandan/Kumendhan. Sebutan lengkapnya adalah Komandan Wadana Hageng Prajurit. Manggalayudha bertugas mengawasi dan bertanggung jawab penuh atas keseluruhan pasukan. Ia dibantu oleh seorang Pandhega (Kapten Parentah), dengan sebutan lengkapnya Bupati Enem Wadana Prajurit, yang bertugas menyiapkan pasukan.
Setiap pasukan atau bregada dipimpin oleh perwira berpangkat Kapten. Kecuali bregada Bugis dan Surakarsa yang dipimpin oleh seorang Wedana.
Pandhega didampingi oleh perwira yang disebut Panji (Lurah). Perwira ini bertugas mengatur dan memerintah keseluruhan prajurit dalam bregada. Setiap Panji didampingi oleh seorang Wakil Panji. Sementara itu, regu-regu dalam setiap bregada dipimpin oleh seorang bintara berpangkat sersan.
Keseluruhan perwira dalam semua bregada dipimpin oleh seorang Pandhega, kecuali Bregada Wirabraja dan Bregada Mantrijero yang langsung di bawah Kommandhan.
Prajurit Keraton Yogyakarta dapat dibagi ke dalam tiga kelompok. Prajurit yang dimiliki Kepatihan, yaitu Bregada Bugis. Prajurit yang dimiliki Kadipaten Anom (putera mahkota), yaitu Bregada Surakarsa. Dan sisanya dimiliki oleh keraton.
Pandhega Prajurit
Bregada Bugis
Bregada Bugis awalnya berasal dari Bugis, Sulawesi. Namun prajurit yang ada kini sudah tidak lagi terdiri dari orang-orang Bugis. Dalam upacara Garebeg bertugas sebagai pengawal gunungan yang dibawa menuju Kepatihan.
Panji-panji/bendera/klebet Prajurit Bugis adalah Wulan-dadari, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna kuning emas. Wulan berarti bulan. Dadari berarti mekar, muncul timbul. Secara filosofis bermakna pasukan yang diharapkan selalu memberi penerangan dalam gelap. Ibarat berfungsi seperti munculnya bulan dalam malam yang gelap, cahayanya menggantikan matahari.
Senjata yang digunakan oleh seluruh Bregada Prajurit Bugis adalah tombak (waos). Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Trisula dengan bentuk ujung (dapur) yang juga dinamakan Trisula. Pada saat berjalan Bregada Prajurit Bugis diiringi dengan Gendhing Sandung Liwung.
Bregada Prajurit Bugis
Bregada Surakarsa
Nama Bregada Surakarsa berasal dari kata sura dan karsa. Kata sura berarti berani, sedangkan karsa berarti kehendak. Secara filosofis Surakarsa bermakna prajurit yang pemberani dengan tujuan selalu menjaga keselamatan Adipati Anom (Putra Mahkota). Dalam upacara Garebeg, Bregada Surakarsa bertugas mengawal gunungan yang dibawa ke Masjid Gedhe.
Klebet prajurit Surakarsa adalah Pareanom, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hijau, di tengahnya terdapat lingkaran dengan warna kuning. Pareanom berasal dari kata pare (sejenis tanaman berbuah yang merambat) dan kata anom yang berarti muda. Klebet ini memiliki makna bahwa Surakarsa adalah pasukan yang selalu bersemangat dengan jiwa muda.
Senjata yang digunakan oleh seluruh Bregada Prajurit Surakarsa adalah tombak (waos). Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Nenggala dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Banyak Angrem. Pada saat berjalan Bregada Prajurit Surakarsa diiringi dengan Gendhing Plangkenan.
Bregada Prajurit Surakarsa
Bregada Wirabraja
Nama Bregada Wirabraja berasal dari kata wira dan braja. Kata wira berarti berani, dan braja berarti tajam. Secara filosofis Wirabraja berarti prajurit yang sangat berani dan tajam panca inderanya. Mereka selalu peka dengan keadaan, pantang menyerah dalam membela kebenaran, dan pantang mundur sebelum musuh dikalahkan.
Klebet prajurit Wirabraja adalah Gula-klapa. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih, pada setiap sudut dihias dengan chentung berwarna merah seperti ujung cabai merah (kuku Bima). Di tengahnya terdapat segi empat berwarna merah dan segi delapan berwarna putih pada bagian dalamnya. Gula-klapa berasal dari kata gula dan kelapa. Gula yang dimaksud adalah gula Jawa yang berwarna merah. Sedang kelapa berwarna putih. Klebet ini memiliki makna bahwa Wirabraja adalah pasukan yang berani membela kesucian dan kebenaran.
Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Wirabraja adalah tombak (waos) dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Slamet dan Kanjeng Kiai Santri dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Manggaran/ Catursara/ Crengkeng. Pada saat berjalan cepat (mars) Bregada Prajurit Wirabraja diiringi dengan Gendhing Dhayungan. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Reta Dhedhali.
Bregada Prajurit Wirabraja
Bregada Dhaeng
Nama Bregada Dhaeng berasal dari sebutan gelar bangsawan di Makasar. Pada awalnya prajurit Dhaeng memang berasal dari sana. Namun prajurit yang ada kini sudah tidak lagi terdiri dari orang-orang Makasar.
Klebet prajurit Dhaeng adalah Bahningsari. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih, di tengahnya terdapat bintang segi delapan berwarna merah. Bahni berarti api, dan sari berarti indah. Klebet ini memiliki makna bahwa Dhaeng adalah pasukan yang tidak pernah menyerah karena keberaniannya, sama seperti semangat inti api yang tidak pernah kunjung padam.
Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Dhaeng adalah tombak (waos) dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Jatimulya dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Dhoyok. Pada saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Dhaeng diiringi dengan Gendhing Ondhal-Andhil. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Kenaba.
Bregada Prajurit Dhaeng
Bregada Patangpuluh
Asal usul nama Bregada Patangpuluh masih kabur sampai sekarang, yang jelas nama tersebut tidak ada hubungannya dengan jumlah anggota bregada.
Klebet prajurit Patangpuluh adalah Cakragora. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, ditengahnya terdapat bintang segi enam berwarna merah. Cakra adalah senjata berbentuk roda bergerigi, dan gora berarti dahsyat atau menakutkan. Klebet ini memiliki makna bahwa Patangpuluh adalah pasukan yang mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa, sehingga segala musuh seperti apapun bisa terkalahkan.
Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Patangpuluh adalah tombak (waos) dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Trisula dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Daramanggala/ Trisula Carangsoka. Pada saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Patangpuluh diiringi dengan Gendhing Bulu-Bulu. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Mars Gendera.
Bregada Prajurit Patangpuluh
Bregada Jagakarya
Nama Bregada Jagakarya berasal dari kata jaga dan karya. Kata jaga berarti menjaga dan karya berarti tugas atau pekerjaan. Secara filosofis Jagakarya bermakna prajurit yang mengemban tugas selalu menjaga dan mengamankan jalannya pelaksanaan pemerintahan dalam kerajaan.
Klebet prajurit Jagakarya adalah Papasan. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar merah, ditengahnya terdapat lingkaran dengan warna hijau. Papasan mungkin berasal dari nama tumbuhan atau burung papasan. Namun ada pendapat lain yang menyatakan kalau Papasan berasal dari kata dasar papas menjadi amapas yang berarti menghancurkan. Jika demikian, Papasan berarti pasukan pemberani yang dapat menghancurkan musuh dengan teguh.
Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Jagakarya adalah tombak (waos) dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Trisula dengan bentuk ujung (dapur) yang juga dinamakan Trisula. Pada saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Jagakarya diiringi dengan Gendhing Tameng Madura. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Slahgendir.
Bregada Prajurit Jagakarya
Bregada Prawiratama
Nama Bregada Prawiratama berasal dari kata prawira dan tama. Kata prawira berarti berani atau perwira. Kata tama dalam bahasa Sansekerta berarti utama atau lebih, sedang dalam bahasa Kawi berarti ahli atau pandai. Secara filosofis Prawiratama bermakna prajurit yang pemberani dan pandai dalam setiap tindakan, selalu bijak walau dalam suasana perang.
Klebet prajurit Prawiratama adalah Geniroga/Banteng Ketaton. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya terdapat lingkaran dengan warna merah. Geni berarti api dan roga berarti sakit. Klebet ini memiliki makna bahwa Prawiratama adalah pasukan yang diharapkan dapat selalu mengalahkan musuh dengan mudah.
Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Prawiratama adalah tombak (waos) dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Trisula dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Trisula. Pada saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Prawiratama diiringi dengan Gendhing Pandebrug. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Balang.
Bregada Prajurit Prawiratama
Bregada Nyutra
Nama Bregada Nyutra berasal dari kata dasar sutra yang mendapat awalan "n". Kata sutra dalam bahasa Kawi berarti unggul atau ketajaman. Sedang dalam bahasa Jawa Baru mengacu pada kain sutra yang halus. Sedang tambahan awalan "n" memberi arti tindakan aktif sehubungan dengan sutra. Prajurit Nyutra merupakan pengawal pribadi Sultan. Secara filosofis Nyutra bermakna prajurit yang sehalus sutra dan selalu mendampingi dan mejaga keamanan raja, tetapi memiliki ketajaman rasa dan keterampilan yang unggul.
Klebet prajurit Nyutra adalah Podhang Ngingsep Sari dan Padma-Sri-Kresna. Podhang Ngingsep Sari untuk prajurit Nyutra Merah, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuning, di tengahnya terdapat lingkaran dengan warna merah. Padma-Sri-Kresna untuk prajurit Nyutra Hitam, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuning, di tengahnya terdapat lingkaran dengan warna hitam. Podhang berasal dari kepodang, burung dengan bulu warna kuning keemasan. Ngingsep berarti menghisap. Sari berarti inti. Klebet ini memiliki makna bahwa Nyutra Merah adalah pasukan yang selalu memegang teguh keluhuran. Padma berarti bunga teratai. Sri Kresna adalah tokoh pewayangan yang merupakan titisan Dewa Wisnu. Klebet ini memiliki makna bahwa Nyutra Hitam adalah pasukan yang selalu membasmi kejahatan, seperti yang selalu dilakukan oleh Sri Kresna.
Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Nyutra adalah tombak (waos), towok, tameng, panah dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Trisula dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Trisula. Pada saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Nyutra diiringi dengan Gendhing Surengprang. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Mbat-Mbat Penjalin/ Tamtama Balik.
Bregada Prajurit Nyutra
Bregada Ketanggung
Nama Bregada Ketanggung berasal dari kata tanggung yang mendapat awalan "ke-". Tanggung berarti beban atau berat. Sedangkan awalan "ke-" bermakna sangat. Secara filosofis Ketanggung bermakna pasukan dengan tanggung jawab yang sangat berat.
Klebet prajurit Ketanggung adalah Cakra-Swandana. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya terdapat bintang persegi enam berwarna putih. Cakra berarti senjata berbentuk roda bergerigi. Swandana berarti kendaraan atau kereta.
Klebet ini memiliki makna bahwa Ketanggung adalah pasukan yang membawa senjata dahsyat yang akan memporakporandakan musuh. Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Ketanggung adalah tombak (waos) dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Nenggala dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Nenggala. Pada saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Ketanggung diiringi dengan Gendhing Lintrikmas/Ricikanmas/Pragolamilir. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Harjunamangsah dan Bimakurda.
Bregada Prajurit Ketanggung
Bregada Mantrijero
Nama Bregada Mantrijero berasal dari kata mantri dan jero. Mantri berarti juru bicara, menteri, atau jabatan di atas bupati. Jero berarti dalam. Secara filosofis Mantrijero bermakna prajurit yang mempunyai wewenang ikut ambil bagian dalam memutuskan hal-hal dalam lingkungan keraton.
Klebet prajurit Mantrijero adalam Purnamasidhi. Berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya terdapat lingkaran warna putih. Purnama berarti bulan penuh dan sidhi berarti sempurna. Klebet ini memiliki makna bahwa Mantrijero adalah pasukan yang diharapkan selalu memberikan cahaya dalam kegelapan.
Senjata yang digunakan oleh anggota Bregada Prajurit Mantrijero adalah tombak (waos) dan senapan. Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Cakra dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan Cakra. Pada saat berjalan cepat (mars), Bregada Prajurit Mantrijero diiringi dengan Gendhing Plangkenan/Mars Setok. Apabila berjalan lambat (lampah macak) akan diiringi dengan Gendhing Slagunder/ Restopelen.
Bregada Prajurit Mantrijero
Setiap prajurit maupun Abdi Dalem keraton Yogyakarta diharapkan memiliki ‘watak kesatria’. Watak yang dilandasi kredo (sasanti) Nyawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh. Sebagai pandangan hidup, nyawiji diartikan konsentrasi yang harus diarahkan ke cita-cita. Greget adalah semangat hidup yang harus diarahkan ke tujuan melalui saluran-saluran yang wajar. Sengguh artinya percaya penuh pada kemampuan pribadi untuk mencapai tujuan. Ora mingkuh perlu dipegang erat-erat. Tidak akan mundur setapak pun meski dalam perjalanan menuju tujuan harus menghadapi berbagai halangan.
Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh dijadikan landasan pembentukan watak kesatria yang pengabdiannya ditujukan pada nusa, bangsa, dan negara. Watak luhur berdasar idealisme dan komitmen atas kebenaran dan keadilan yang tinggi, integritas moral, serta nurani yang bersih.