Kraton Yogyakarta | Sejarah | Arsitektur


SEJARAH KERATON YOGYAKARTA | ARSITEKTUR

Tata Ruang dan Arsitek Keraton Yogyakarta
Arsitek kepala istana ini ialah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud serta Lucien Adam yang menganggapnya sebagai “arsitek” dari saudara Pakubuwono II Surakarta“[6]. Bangunan pokok serta desain basis tata ruang dari keraton berikut desain basis landscape kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan setelah itu oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak kini ini beberapa besar merupakan hasil pemugaran serta restorasi yang dilaksanakan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921–1939).

Dahulu area utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama sejarah keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: 

Gapura Gladag-Pangurakan
Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) 
Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan)
Kompleks Pagelaran
Kompleks Siti Hinggil Ler
Kompleks Kamandhungan Ler
Kompleks Sri Manganti
Kompleks Kedhaton
Kompleks Kamagangan
Kompleks Kamandhungan Kidul
Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang dikatakan Sasana Hinggil)
Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) 
Plengkung Nirbaya / Plengkung Gadhing

Sejarah Keraton Yogyakarta ; Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh disebut simetris. beberapa besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara serta di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di area Kedhaton sendiri bangunan keseringan menghadap timur atau barat. Namun demikian adanya bangunan yang menghadap ke arah yang lain. Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga mempunyai area yang lain. area tersebut antara lain ialah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, serta Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar setelah itu di nDalem Mangkubumen). Di sekeliling Keraton serta di dalamnya terkandung proses pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri serta Baluwerti. Di luar dinding tersebut adanya sebagian bangunan yang terhubung dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), serta Pasar Beringharjo.


Mengenal Arsitek Umum Keraton Yogyakarta
Secara umum setiap kompleks utama keraton yogyakarta terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama dan pendamping, serta terkadang ditanami pohon terdefinisi jelas. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi serta dikaitkan dengan Regolyang kebiasaannya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka tiap gerbang kebiasaannya terkandung dinding penyekat yang dikatakan Renteng atau Baturono. terhadap regol terdefinisi jelas penyekat ini terkandung ornamen yang khas atau bermutu.

Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di sebagian area terdefinisi jelas terlihat sentuhan dari budaya asing layaknya Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di setiap kompleks kebiasaannya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka dengan tidak dinding dikatakan dengan Bangsal sementara joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). disamping itu adanya bangunan yang berbentuk kanopi beratap bambu serta bertiang bambu yang dikatakan Tratag. terhadap perkembangannya bangunan ini beratap seng serta bertiang besi.

Permukaan atap joglo berbentuk trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, ataupun seng serta kebiasaannya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang Berposisi di tengah bangunan, dan tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan kebiasaannya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, serta emas ataupun yang lain. buat area bangunan lainnya yang terbuat dari kayu mempunyai warna senada dengan warna terhadap tiang. terhadap bangunan terdefinisi jelas (misal Manguntur Tangkil) mempunyai ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, serta Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.

Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan ataupun dinding pemisah kompleks. Lantai kebiasaannya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. terhadap bangunan terdefinisi jelas mempunyai lantai utama yang lebih tinggi. terhadap bangunan terdefinisi jelas ditambahi dengan batu persegi yang dikatakan Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan Hamengkubuwana.

Tiap-tiap bangunan mempunyai kelas bergantung terhadap fungsinya diantaranya kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dimanfaatkan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, mempunyai detail ornamen yang lebih rumit serta indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. makin rendah kelas bangunan tersebutkan ornamen makin sederhana bahkan tak mempunyai ornamen setara sekali. disamping ornamen, kelas bangunan juga bisa ditinjau dari bahan dan bentuk area atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.


Kompleks Depan Sejarah Keraton Yogyakarta

Gladhag-Pangurakan Keraton Yogyakarta
Gerbang utama buat masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara ialah Gapura Gladhag serta Gapura Pangurakan yang berada persis sebagian meter di sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak layaknya pertahanan yang berlapis. terhadap zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang memperoleh hukuman pengasingan/pembuangan.

Versi lain menyebutkan adanya tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi, serta Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terkandung di ujung utara Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta serta Bank BNI 46) namun kini ini telah tak ada. Di sebelah selatannya ialah Gapura Pangurakan nJawi yang kini masih berdiri serta menjadi gerbang pertama bila masuk Keraton dari utara. Di selatan Gapura Pangurakan nJawi terkandung Plataran/lapangan Pangurakan yang kini telah menjadi area dari Jalan Trikora. limit sebelah selatannya ialah Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri. sehabis dari Gapura Pangurakan terkandung Kompleks Alun-alun Ler.

Alun-ALun Lor Keraton Yogyakarta
Alun-alun Lor ialah sesuatu lapangan berumput di area utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berupa persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi. kini dinding ini tak terlihat lagi kecuali di sisi timur area selatan. Saat ini alun-alun dipersempit serta cuma area tengahnya saja yang tampak. Di area pinggir telah dibuat jalan beraspal yang dibuka buat umum.

Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) serta ditengah-tengahnya terkandung sepasang pohon beringin yang dikasi pagar yang dikatakan dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini dikasi nama Kyai Dewadaru serta Kyai Janadaru. terhadap zamannya disamping Sultan hanyalah Pepatih Dale yang boleh melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk buat melaksanakan “Tapa Pepe” saat Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan menemui mereka buat mendengarkan segala keluh kesah setelah itu dituturkan kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.

Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, serta barat terkandung pendopo kecil yang dikatakan dengan Pekapalan, tempat transit serta menginap para Bupati dari area Mancanegara Kesultanan. Bangunan ini kini telah banyak yang berubah guna serta beberapa telah lenyap. Dahulu diarea selatan terkandung bangunan yang kini menjadi kompleks yang terpisah, Pagelaran.

Pada zaman dahulu Alun-alun Lor dipakai sebagai tempat penyelenggaraan acara serta upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya ialah upacara garebeg dan sekaten, acara watangan dan rampogan macan, pisowanan ageng, serta sebagainya. kini tempat ini kerap dipakai buat beragam acara yang juga melibatkan masyarakat layaknya konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga dipakai buat sepak bola penduduk sekitar serta tempat parkir kendaraan.


Mesjid Gedhe Kasultanan Yogyakarta
Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta berada di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga dikatakan dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terkandung di sisi timur. Arsitektur bangunan induk berupa tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. buat masuk ke dalam terkandung pintu utama di sisi timur serta utara. Di sisi dalam area barat terkandung mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), serta sesuatu bangunan serupa sangkar yang dikatakan maksura. terhadap zamannya (untuk sebab mengapa keamanan) di tempat ini Sultan melaksanakan ibadah. Serambi masjid berupa joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat lebih tinggi dari serambi masjid serta lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terkandung kolam kecil. terhadap zaman dahulu kolam ini buat mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.

Di depan masjid terkandung sesuatu halaman yang ditanami pohon terdefinisi jelas. Di sebelah utara serta selatan halaman (timur laut serta tenggara bangunan masjid raya) terkandung sesuatu bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid dikatakan dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) serta yang Berposisi di tenggara dikatakan dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler dipakai buat menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga serta Pagongan Kidul buat gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terkandung pintu buat masuk kompleks masjid raya yang dipakai dalam upacara Jejak Boto[29] terhadap upacara Sekaten di tahun Dal. disamping itu terkandung Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah utara masjid serta pemakaman tua di sebelah barat masjid.


Kompleks inti Sejarah Keraton Yogyakarta

Kompleks Pagelaran Keraton Yogyakarta
Bangunan utama ialah Bangsal Pagelaran yang dahulu diketahui dengan nama Tratag Rambat. terhadap zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan terhadap upacara resmi. kini kerap dipakai buat even-even pariwisata, religi, serta lain-lain selain buat upacara adat keraton. Sepasang Bangsal Pemandengan berada di sisi jauh sebelah timur serta barat Pagelaran. Dahulu tempat ini dipakai oleh Sultan buat menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.

Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit berada tepat di sisi luar sayap timur serta barat Pagelaran. Dahulu dipakai para panglima Kesultanan mendapat perintah dari Sultan atau menunggu giliran melapor kepada beliau setelah itu juga dipakai sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba. kini dipakai buat kepentingan pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton serta lainnya). Bangsal Pengrawit yang berada di dalam sayap timur area selatan Tratag Pagelaran dahulu dipakai oleh Sultan buat melantik Pepatih Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief perjuangan Sultan HB I serta Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah dipakai oleh perguruan tinggi Gadjah Mada sebelum mempunyai kampus di Bulak Sumur.



Siti Hinggil Ler
Di selatan kompleks Pagelaran terkandung Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti Hinggil secara tradisi dipakai buat menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan. Di tempat ini terhadap 19 Desember 1949 dipakai peresmian Univ. Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang buat naik Berposisi di sisi utara serta selatan. Di antara Pagelaran serta Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae).

Di kanan serta kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terkandung dua Bangsal Pacikeran yang dipakai oleh abdi-Dalem Mertolulut serta Singonegoro sampai sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang bermakna tangan yang putus. Bangunan Tarub Agung berada tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berupa kanopi persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk ke area dalam istana. Di timur laut serta barat laut Tarub Agung terkandung Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu bertugas abdi-Dalem Kori serta abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya buat memberitahukan permohonan ataupun pengaduan rakyat kepada Sultan.

Bangsal Manguntur Tangkil berada ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam sesuatu hall besar terbuka yang dikatakan Tratag Sitihinggil. Bangunan ini ialah tempat Sultan duduk di atas singgasananya terhadap saat acara-acara resmi kerajaan layaknya pelantikan Sultan serta Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula terhadap 17 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur Tangkil. Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih tinggi. Bangunan ini dipakai buat meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka kerajaan terhadap saat acara resmi kerajaan.

Bale Bang yang berada di sebelah timur Tratag Siti Hinggil terhadap zaman dahulu dipakai buat menyimpan perangkat Gamelan Sekati, KK[ Guntur Madu serta KK Naga Wilaga. Bale Angun-angun yang berada di sebelah barat Tratag Siti Hinggil terhadap zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.

Kamandhungan Lor
Di selatan Siti Hinggil terkandung lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding selatan lorong merupakan dinding Cepuri serta terkandung sesuatu gerbang besar, Regol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur serta barat sisi selatan gerbang terkandung pos penjagaan. Gerbang ini cuma dibuka terhadap saat acara resmi kerajaan serta di hari-hari lain senantiasa dalam kondisi tertutup. buat masuk ke kompleks Kamandhungan dan merupakan juga kompleks dalam Keraton sehari-hari melewati pintu Gapura Keben di sisi timur serta barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke jalan Kemitbumen serta Rotowijayan.

Kompleks Kamandhungan Ler kerap dikatakan Keben pasal di halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang Berposisi ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812) bangsal ini dipakai buat mengadili perkara dengan threat hukuman meninggal dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi lain menyebutkan dipakai buat mengadili seluruh perkara yang berkaitan dengan keluarga kerajaan. sekarang bangsal ini dipakai dalam acara adat layaknya garebeg serta sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti terkandung kanopi besar buat membuat turun para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana. disamping kedua bangunan tersebut terkandung sebagian bangunan lainnya di tempat ini.


Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti berada di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler serta dikaitkan oleh Regol Sri Manganti. terhadap dinding penyekat terkandung hiasan Makara raksasa. Di sisi barat kompleks terkandung Bangsal Sri Manganti yang terhadap zamannya dipakai sebagai tempat buat mendapat tamu-tamu serius kerajaan. kini di lokasi ini ditempatkan sebagian pusaka keraton yang berbentuk alat musik gamelan. disamping itu juga difungsikan buat penyelenggaraan even pariwisata keraton.

Bangsal Traju Mas yang Berposisi di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain menyebutkan posibilitas tempat ini menjadi balai pengadilan (?). Tempat ini dipakai buat menempatkan sebagian pusaka yang antara lain berbentuk tandu serta meja hias. Bangsal ini pernah runtuh terhadap 27 Mei 2006 dampak gempa bumi yang mengguncang DIY serta Jawa Tengah. sehabis sistem restorasi yang memakan masa yang lama akhirnya terhadap awal tahun 2010 bangunan ini sudah berdiri lagi di tempatnya.

Di sebelah timur bangsal ini terkandung dua pucuk meriam buatan Sultan HB II yang mengapit sesuatu prasasti berbahasa serta berhuruf Cina. Di sebelah timurnya berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana. disamping itu di halaman ini terkandung bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang serta bangunan lainnya.


Kedhaton
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang mengaitkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terkandung sepasang arca raksasa Dwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur serta Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur terkandung pos penjagaan. terhadap dinding penyekat sebelah selatan bergantung lambang kerajaan, Praja Cihna.

Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya keseringan dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kompleks ini setidaknya bisa dibagi menjadi tiga area halaman (quarter). area pertama ialah Pelataran Kedhaton serta merupakan area Sultan. area selanjutnya ialah Keputren yang merupakan area istri (para istri) serta para puteri Sultan. area terakhir ialah Kesatriyan, merupakan area putra-putra Sultan. Di kompleks ini tak seluruh bangunan ataupun bagiannya terbuka buat umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.

Di area Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilakukan beragam upacara buat keluarga kerajaan di samping buat upacara kenegaraan. Di keempat sisi bangunan ini terkandung Tratag Bangsal Kencana yang dahulu dipakai buat latihan menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terkandung nDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, serta Lambang-lambang Kerajaan (Regalia) lainnya.

Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House) sesuatu bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning terhadap pintu serta tiangnya dimanfaatkan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi. sementara Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB V serta menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya.

Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini dimanfaatkan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. kini tempat ini dipakai buat membersihkan pusaka kerajaan terhadap bulan Suro. Bangunan lain di area ini ialah Bangsal Kotak[, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan[, Gedhong Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, serta lain sebagainya. Di tempat ini pula kini berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX.

Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri serta Selir raja. Di tempat yang mempunyai tempat khusus buat beribadat terhadap zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup dari ketika pertama kali didirikan hingga sekarang. Kesatriyan terhadap zamannya dipakai sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanya ialah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, serta Gedhong Srikaton. area Kesatriyan ini kini dimanfaatkan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton serta Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.


Kamagangan
Di sisi selatan kompleks Kedhaton terkandung Regol Kamagangan yang mengaitkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu serius pasal di dinding penyekat sebelah utara terkandung patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya pun terkandung dua ekor ular di kanan serta kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama.

Dahulu kompleks Kemagangan dipakai buat penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem Magang), tempat berlatih serta ujian dan apel kesetiaan para abdi-Dalem magang. Bangsal Magangan yang berada di tengah halaman besar dipakai sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya semua prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul Langgen Berposisi di sisi timur serta Pawon Ageng Gebulen Berposisi di sisi barat. Kedua nama tersebut mengacu terhadap jenis masakan nasi Langgi serta nasi Gebuli. Di sudut tenggara serta barat daya terkandung Panti Pareden. Kedua tempat ini dipakai buat bikin Pareden/Gunungan terhadap saat menjelang Upacara Garebeg. Di sisi timur serta barat terkandung gapura yang masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryoputran serta jalan Magangan.

Di sisi selatan halaman besar terkandung sesuatu jalan yang mengaitkan kompleks Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di area pertengahan terkandung jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang mengaitkan dua danau buatan di barat serta timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat ini terkandung dermaga kecil yang dipakai oleh Sultan buat berperahu melintasi kanal serta berkunjung ke Taman Sari.


Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terkandung sesuatu gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang mengaitkan kompleks Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini mempunyai ornamen yang setara dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terkandung bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di area Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul terkandung sesuatu gerbang, Regol Kamandhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara kompleks Kamandhungan Kidul serta Siti Hinggil Kidul terkandung jalan yang dikatakan dengan Pamengkang.

Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah serta hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yang kini diketahui dengan Sasana Hinggil Dwi Abad berada di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah terhadap bangunan ini ditinggikan sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya. Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terkandung jalan kecil yang dikatakan dengan Pamengkang, tempat orang berlalu lalang tiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terkandung pendapa sederhana yang setelah itu dipugar terhadap 1956 menjadi sesuatu Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai gejala peringatan 200 tahun kota Yogyakarta.

Siti Hinggil Kidul dipakai terhadap zaman dulu oleh Sultan buat menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melaksanakan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) [?] serta buat berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi trip panjang upacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul dipakai buat mempergelarkan seni pertunjukan buat umum teruntukkan wayang kulit, pameran, serta sebagainya.

Kompleks belakang Keraton Yogyakarta

Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul (Selatan) ialah alun-alun di area Selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul kerap pula dikatakan sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Perihal tersebut sesuai dengan keletakan alun-alun Kidul yang jelas jelas berada di belakang keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang mempunyai lima gapura, satu buah di sisi selatan dan di sisi timur serta barat masing-masing dua buah. Di antara gapura utara serta selatan di sisi barat terkandung ngGajahan sesuatu kandang fungsi memelihara gajah milik Sultan. Di sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; famili Anacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), serta kuini (Mangifera odoranta; famili Anacardiaceae). Pohon beringin cuma terkandung dua pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit udang) serta sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terkandung jalan Gading yang mengaitkan dengan Plengkung Nirbaya.

Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB I masuk ke Keraton Yogyakarta terhadap saat perpindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi dipakai sebagai rute keluar buat prosesi panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. buat sebab mengapa inilah tempat ini setelah itu menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta


Area lain Keraton Yogyakarta

Pracimosono
Kompleks Pracimosono merupakan area keraton yang diperuntukkan bagi para prajurit keraton. Sebelum bertugas dalam upacara adat para prajurit keraton tersebut mempersiapkan diri di tempat ini. Kompleks yang tertutup buat umum ini berada di sebelah barat Pagelaran serta Siti Hinggil Lor.


Roto Wijayan
Kompleks Roto Wijayan merupakan area keraton buat menyimpan serta memelihara kereta kuda. Tempat ini bisa jadi bisa dikatakan sebagai garasi istana. kini kompleks Roto Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan beragam kereta kerajaan yang dahulu dipakai sebagai kendaraan resmi. sebagian salah satu adalah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, serta Kyai Rata Pralaya. Tempat ini bisa dikunjungi oleh wisatawan.


Kawasan tertutup
Kompleks Tamanan merupakan kompleks taman yang Berposisi di barat laut kompleks Kedhaton tempat dimana keluarga kerajaan serta tamu kerajaan berjalan-jalan. Kompleks ini tertutup buat umum. Kompleks Panepen merupakan sesuatu masjid yang dipakai oleh Sultan serta keluarga kerajaan sebagai tempat melakukan ibadah sehari-hari serta tempat Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga dimanfaatkan sebagai tempat akad nikah bagi keluarga Sultan. Lokasi ini tertutup buat umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa Sultan HB VII. Lokasi yang Berposisi di sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X serta keluarganya. Lokasi ini tertutup buat umum.


Taman Sari 
Kompleks Taman Sari merupakan peninggalan Sultan HB I. Taman Sari (Fragrant Garden) bermakna taman yang indah, yang terhadap zaman dahulu merupakan tempat rekreasi bagi sultan beserta kerabat istana. Di kompleks ini terkandung tempat yang masih dikata sakral di lingkungan Taman Sari, yakni Pasareyan Ledoksari tempat peraduan serta tempat pribadi Sultan. Bangunan yang menarik ialah Sumur Gumuling yang berbentuk bangunan bertingkat dua dengan lantai area bawahnya berada di bawah tanah. Di waktu lampau, bangunan ini merupakan serupa dengan surau tempat Sultan melaksanakan ibadah. area ini bisa dicapai melewati lorong bawah tanah. Di area lain masih banyak lorong bawah tanah yang lain, yang merupakan jalan rahasia, serta dipersiapkan sebagai jalan penyelamat jika sewaktu-waktu kompleks ini memperoleh serangan musuh. kini kompleks Taman Sari cuma tersisa sedikit saja.


Kadipaten
Kompleks nDalem Mangkubumen merupakan Istana Putra Mahkota atau diketahui dengan nama Kadipaten (berasal dari gelar Putra Mahkota: “Pangeran Adipati Anom”. Tempat ini berada di Kampung Kadipaten sebelah barat laut Taman Sari serta Pasar Ngasem. kini kompleks ini dipakai sebagai kampus Univ Widya Mataram. Sebelum menduduki nDalem Mangkubumen, Istana Putra Mahkota Berposisi di Sawojajar, sebelah selatan Gerbang Lengkung/Plengkung Tarunasura (Wijilan). Sisa-sisa yang adanya antara lain berbentuk Masjid Selo yang dulu Berposisi di Sawojajar.


Benteng Baluwerti
Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta merupakan sesuatu dinding yang melingkungi kawasan Keraton Yogyakarta serta sekitarnya. Dinding ini didirikan atas prakarsa Sultan HB II ketika masih menjadi putra mahkota di tahun 1785–1787. Bangunan ini setelah itu dipermantap lagi sekitar 1809 ketika beliau sudah menjabat sebagai Sultan. Benteng ini mempunyai ketebalan sekitar 3 meter serta tinggi sekitar 3-4 meter. buat masuk ke dalam daerah benteng tersedia lima buah pintu gerbang lengkung yang dikatakan dengan Plengkung, dua salah satu hingga sekarang masih bisa disaksikan. Sebagai pertahanan di keempat sudutnya didirikan bastion, tiga salah satu masih bisa ditinjau hingga sekarang.